Puisi-ku Puisi
 
Sajian pertama kali...

Di sudut Malioboro
(: Untoro, Agustus 1998)

Terayun lemah langkah meniti petak-petak trotoar
Bergelayut malam benderang lampu-lampu kota
Beriring roda-roda hidup, meraung dan melesat
Memburu waktu, mencari tahu...

Ada disana, bagian lain sisi benderang
si Bocah menatap tegak sang rembulan
yang tak nampak oleh kilatan warna warni
warna warni dunia disekeliling si Bocah...

Ia berujar...
Wahai sang dewi malam...kenapa kau cepat
kembali ke peraduan ??
Sedangkan jiwa masih gelisah, dan rindu belum lah sudah
Sedangkan keringat masih  basah, dan asa tak jua tumpah.
Sang dewi terdiam....

si Bocah terengah...membanting kaki menguras resah...
Bersama Kang Parto si tukang becak, Mas Parman sang seniman,
dan Widodo si pengamen jalanan....sang bocah melangkah.

Kaki-kaki kecil...menatap jejak kedepan...
dan terlelap..
di sudut Malioboro yang indah...

                                                                                                     
Dari Agustus ke Agustus
(:Karyaku, 1 Agustus 1998, 02:00 pagi hari)

Rintik hujan telah usai berberapa menit yang lalu...
Diterpa angin sampai tercium bau tanah yang masih basah
Hingga tersisa jengkerik, bersendawa bersama malam
Mengikuti ritme hidup, menerjang waktu penuh liku.

Termenung diriku bersama masa lalu....
Beberapa musim yang telah lewat, dikala kau ketuk pintu hati yang resah
Resah oleh hidup, oleh cinta, oleh mimpi dan kenyataan
Yang seringkali tak mampu membuka jiwaku waktu itu....

Kukatakan kepadamu, saat ini kuingin bercerita cinta...
Lewat angan-angan, lewat mimpi-mimpi, lewat pesona yang kupahatkan penuh rasa.
Kepada sang rembulan waktu itu, kutitipkan hatiku kepadamu...

Musim tlah berganti, kasih sayang tak luntur oleh gerimis mataku...
Kesetiaan tak kikis oleh bergam tanya dibenakku
Tak pandang usia, tak peduli jarak, tak pikirkan bentuk namun tak sampai membutakanku.
Hanya karena telah kutaburkan segenap perasaan...lewat angin malam
yang senantiasa keras menerpaku....

Sungguh...angan-angan terkadang terlalu berat dipundakku...
Tuk sekedar menatap matamu, membelai senyummu, dan mengecup hatimu
Sampai saat kudekatkan jarak dan kaucampakkan aku
Bersama gerahnya kehidupan dikotamu...

Aku berjalan,,,masih meniti trotoar hari-hariku...
Tak henti mencari tahu...sebuah tanya yang tak pernah terjawwab tuntas...
Mengapa ?
Kutunggu uraian..berkawan airmata dan kepedihan...

Kini setahun sudah...
Sampai agustus kembali menjemputku
Kubuka lembar demi lembar memoriku
Hingga kepucuk harianku...terbersit jelas sebuah tanya....
Haruskah kututup bilik-bilik dihatiku ?
Meski sesungguhnya...aku sungguh-sungguh mencintaimu....
 
 

"Nyamuk"
(:Untoro, "Gardu Jaga")

Dingin angin malam menyusup jeruji jendela..
Tanpa bintang, tanpa bulan, tanpa awan...
Hanya saja semerbak bau sang cendawan
Tumbuh diantara hari yg pengab serta basah..

Terngiang di telinga si kecil menebar pesona
Pesona amarah karena tak kunjung sudah
Secarik keinginan menawar nafsu
Menggigit, menghasut, dan menjilat

Sang peronda jengah
Lelah menatap langit yg tak juga memerah
Selimut malam ditarik dan terlelap
si kecil mencubit dan tertawa berdesah...
Ahhhh....
 

 Tembok Putih Suatu Kota
(:M3tt4, Agustus 1998)

Mas...
Aku datang kekota,
(Lewati kotak-kotak peradaban disekelilingnya)

Mas...
Kutatap sebuah warna,
(Bersama coretan-coretan asa manusia)

Mas...
Tembok putih suatu kota,
(Sedangkan biru sudah mati, merah makin membara dan hitam merajalela)

Mas...
Kapan kau pulang ?
(Dirumah si Budi menangis, dan air susu belum jua tertuang)
 
Camar Laut
(:Untoro, Sore Menjelang)

Kusapa semburat ungu sore hari
bercampur emas tua di kening senja
sesaat setelah kuterpana menatap gelombang air
beralunan berdebur menepi dan menjauh kembali

Woi..menukik tajam terkuncup sayap
tersentuh  riak menyahutnya pelan
Melambai-lambai mengepakkan harapan
menuju bulat tembaga yg semakin padam...

Bersama awan ia keliling senja
pesona tertancap hati merona
oleh kesendirian bertaut nuansa
dan cakrawala-pun mencipta memori surga

Tertancap jelas terasa didalam dada
Dalil hidup, hakikat diri serta fenomena
Menjalin untaian benang tiada tara
Hingga terwujud, sutera hidup dan rasa bahagia

Tak ada sebuah kata...
ketika langit-pun pulang dan malam menjelang
Hanya menorehkan garis panjang yang terbentang
Seperti camar, menukik, mengepak dan mengelilingi senja...
 

 
 Well...banyak yang bilang bahwa kehidupan merupakan jembatan
bagi seseorang untuk "mengejar" sesuatu, namun layaknya sebuah ujian, alangkah
lebih bijak jika kita "mencari" jawaban, dan bukan "mengejar" jawaban...
 
(Untoro)